Guru secara alamiah diberikan otoritas atas hidup
murid-muridnya. Otoritas ini datang dengan semacam kuasa yang dapat
mempengaruhi hidup murid. Setiap orang yang diberikan kuasa perlu hati-hati
dalam menggunakan kuasa tersebut. Kuasa yang besar ini memiliki dua mata
pedang. Kuasa ini bisa dipakai untuk membangun, tetapi juga bisa dipakai untuk
menghancurkan. Kuasa yang diberikan oleh Tuhan kepada guru adalah kuasa yang
paling agung. Oleh karena itu kuasa ini bisa juga menjadi kuasa yang paling
destruktif di seluruh alam semesta. Orang-orang yang paling agung di sepanjang
sejarah bukanlah orang-orang yang memenangkan peperangan, atau orang-orang yang
paling kaya, atau orang-orang yang paling sukses dalam karir dan hidupnya,
tetapi orang-orang yang paling agung adalah orang-orang yang mengajar di dalam
integritas yang tinggi. Orang-orang seperti Yesus Kristus, Mahatma Gandhi,
Sidharta Gautama, Konghucu, Muhammad, Sokrates, Plato, Aristoteles, adalah
orang-orang yang paling berpengaruh dalam sepanjang segala abad. Di dalam diri
mereka ada suatu kuasa yang sangat besar, yang pedang tidak mampu mematikannya.
Justru kuasa
perkataan mereka mampu membuat orang meletakkan pedangnya dan menyerahkan
hidupnya. Napoleon Bonaparte mengakui bahwa walaupun dia adalah jendral perang
yang hebat, pemimpin bangsa yang luar biasa, penakluk negara-negara yang
tangguh, dia bukanlah orang teragung dalam sejarah. Napoleon lalu mengaku bahwa
Yesus Kristus orang Nazareth itu yang hidupnya sederhana, yang tidak pernah
mengangkat pedang, yang tidak pernah menaklukkan negara dengan kekuatan
militer, justru adalah orang teragung, sebab semua bangsa takluk kepadaNya dan
kerajaanNya terus berdiri sepanjang masa tanpa ada kekuatan militer apapun
mampu menaklukkannya.
Kuasa yang besar ini perlu dikontrol
oleh diri guru itu sendiri. Penguasaan diri ini adalah integritas guru yang
paling sulit dijaga. Lebih mudah menggunakan kuasa pada saat hati ingin
menggunakannya. Jauh lebih mudah menggunakan kuasa untuk menghancurkan daripada
membangun. Suatu diskusi yang mendalam dalam refleksi akan kuasa adalah
bagaimana seorang yang memiliki kuasa itu menggunakan kuasanya. Perbedaan superhero
dan villain adalah bukan pada kuasa dan kekuatan yang dimilikinya. Perbedaannya
ada pada bagaimana kuasa dan kekuatan tersebut digunakan. Superhero
menggunakannya untuk kebaikan orang lain, atau dengan kata lain untuk
membangun. Sedangkan villain menggunakannya untuk keuntungan diri sendiri, atau
dengan kata lain untuk mengancurkan yang tidak setuju dengannya. Bagaimana guru
memakai kuasa yang diberikan kepadanya?
Tahun 1996 ada satu film dengan judul Matilda
yang mengetengahkan tema pendidikan. Matilda adalah gadis kecil yang baru saja
masuk SD. Di SD dia dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang jahat, Agatha. Agatha
sangatlah berkuasa. Dan dia menggunakan kekuasaannya dengan semena-mena. Bukan
untuk tujuan membangun. Tetapi untuk tujuan menghancurkan siapapun yang tidak
setuju dengannya atau yang tidak menurut padanya. Agatha menerapkan sistem
hukuman yang sadis. Maka dalam hal ini Agatha menyalahgunakan kekuasaan yang
dimilikinya sebagai guru. Guru harus menjaga integritas dirinya supaya tidak
menyalahgunakan kekuasaannya seperti Agatha. Amsal 19:18 mengingatkan orang tua
yang adalah guru alami bagi anaknya, untuk berhati-hati dalam menggunakan
kekuasaannya. Anak yang lahir dalam dunia berdosa dan dalam kondisi berdosa ini
memang suatu waktu perlu dihajar untuk meluruskan jalannya, tetapi orang tua
diperingatkan oleh Amsal untuk tidak menghajar dengan motivasi menginginkan
kematian anaknya. Disinilah integritas guru yang tersulit. Kuasa yang besar
perlu dijaga dengan integritas yang tinggi. Dengan demikian kuasa ini boleh
dipakai untuk membangun dan bukan untuk menghancurkan.
Be an Educator with integrity.
No comments:
Post a Comment